Thursday 28 November 2013

Aura Kehidupan

Jika cinta menyerupai air pada beberapa tabiat dasarnya, maka sifat utama air yang melekat padanya adalah fakta bahwa air adalah sumber kehidupan. Jika cinta adalah gagasan tentang bagaimana menciptakan kehidupan yang lebih baik, dan tindakan utamanya adalah memberi untuk menumbuhkan, maka kekuatan pesona utama seorang pencinta adalah aura kehidupan yang memancar dari dalam dirinya.

Aura kehidupan. Ya, aura kehidupan. Ia membuat orang-orang di sekelilingnya merasakan denyut nadi kehidupan, merasakan hamparan keindahan hidup, merasakan alasan tentang mengapa mereka hidup dan harus melanjutkan hidup, merasakan alasan untuk bertumbuh demi merakit pemaknaan tiada henti terhadap kehidupan. Ia, intinya, membuat orang-orang di sekeliling merasa hidup. Sebab ia menebar benih kehidupan di ladang hati mereka. 

Aura kehidupan. Ya, aura kehidupan. Sebab ia hidup. Dan hidup itu nyata pada setiap jengkal tubuhnya, pada setiap detak jantungnya, pada setiap hembusan nafasnya, pada setiap langkah kakinya, pada setiap uluran tangannya, pada setiap kedipan matanya, pada setiap kata dan suaranya. Gagasannya seluruhnya adalah tentang kehidupan yang lebih baik. Niat seluruhnya adalah penumbuhan yang membuat hidup lebih baik.

Aura kehidupan. Ya, aura kehidupan. Sebab ia memiliki dan menggabung tiga pesona utama para pencinta; pesona raga, pesona jiwa, dan pesona ruh. Ketiga pesona itu terbingkai rapih pada sebuah "akar besar" yang menerangi kehidupannya dan kehidupan orang-orang di sekitarnya. 

Maka mendekat-dekatlah padanya, niscaya engkau kan merasakan betapa air kehidupan serasa mengalir pada setiap sudut jiwa dan ragamu. Maka tataplah matanya, niscaya engkau akan merasakan gairah kehidupan yang memberimu semangat baru untuk terus hidup, terus melanjutkan hidup. Maka dengarkanlah kata-katanya, maka engkau kan merasakan betapa engkau layak dan pantas mendapat kehidupan yang berkualitas, kehidupan yang lebih baik. Dan jika Tuhan mengijinkan engkau merasakan sentuhannya, niscaya engkau kan merasakan betapa air kehidupan mendidih dalam tubuhnya. Dan jika Tuhan memperkenananmu hidup berlama-lama dengannya, niscaya engkau kan merasakan betapa perlindungan dan penumbuhannnya membuatmu terengkuh dalam rasa aman dan nyaman.

Engkau bahkan tidak pernah begitu yakin tentang pesona apa yang pertama kali menawanmu. Apakah kulit hitam yang tak dapat menyembunyikan cahaya matanya? Atau ketegasan sikap yang tidak dapat merahasiakan kebajikan hatinya? Atau kelembutan bawaan yang yang tidak sanggup menutup-nutupi keberaniannya? Atau diam panjang yang tidak mampu menghalangi ilmu dan wawasannya? Atau badan kurus yang dijelaskan oleh puasa dan pengendalian dirinya? Atau? Tidak! Semua tampak menyatu dalam dirinya: ruhnya yang halus, jiwanya yang lembut, terbungkus dalam raganya yang kokoh, terangkai dalam perilaku yang terbimbing akal besarnya. Tapi itu semua ada dalam dirinya. Dan ketika ia keluar, ia hanya memancarkan satu hal : aura kehidupan. Dan itulah yang engkau rasakan dan yang mungkin sekali engkau ketahui asal muasal dan akarnya dalam dirinya. Dia bukan sebuah profil sempurna. Dia hanya sebuah kehendak yang lebih nyata. Dia bukan Nabi yang tak mungkin salah. Dia hanya sebuah tekad perbaikan berkesinambungan yang tak henti-henti. Dan itulah aura kehidupan: gairah yang tak pernah selesai. 

-Anis Matta, Serial Cinta, Aura Kehidupan-



--------------------


Thursday 7 November 2013

Kantor Baruu

Well, ini hari pertama di kantor baru setelah terjadi pemindahan dari kantor ujung berung menuju kantor dipatiukur. Suasanan baru, tentu menuntut adaptasi lagi. Orang-orang baru, suasana baru, dan tugas baru tentunya.
Secara itung-itungan logika, sebetulnya kepindahan ini membawa banyak kebaikan. Jarak dari rumah menuju kantor yang setengah perjalanan lebih dekat dibanding ujungberung. Akses yang lebih mudah ke berbagi tempat. Dan salary yang mestinya juga lebih besar. hahaha. well, untuk hal ini, aku harus bersyukur. Alhamdulillah 'ala kulli hal..

Tapi perpisahan selalu menyisakan cerita melankolis. Aku baru saja merasa nyaman dengan lingkungan kerja di ujung berung, baru saja kenal dengan orang-orang di sana. Baru saja merasa dekat dengan teman-teman desainer yang begitu asik. Beberapa minggu ini entah mengapa aku begitu menikmati perjalanan ke kantor yang menghabiskan 4 jam bulak-balik, naik bis umum yang sebelumnya merupakan alat transportasi yang selalu aku hindari. Baru saja aku bisa menikmati perjalanan panjang itu dengan dzikir pagi-petang, tilawah, membaca buku. Itu adalah rutinitas yang sedang aku nikmati selama perjalanan panjang ini. Memberikan kursi pada ibu hamil, atau orangtua yang naik bis, aku sangat menikmati saat-saat itu yang entah mengapa aku merasa itu adalah lahan shadaqah yang hanya ada di bis, tidak di angkutan umum yang lain. Memperhatikan orang-orang di pinggir jalan, di dalam bis. Dan semuanya..

Tapi mungkin Allah ingin aku terus belajar. Kantor di ujung berung sudah menjadi comfortzone dan aku harus keluar dari zona itu untuk mulai lagi belajar banyak hal baru. 

'Big Power for Big Responsibility', itu kata spiderman. Dan itu yang akan aku hadapi sekarang, bertanggungjawab lebih atas semua ini. Belajar lebih cepat dari sebelumnya. 

Keputusan ini memang begitu mendadak dan mengagetkan. Bahkan kesemua dari 5 orang yang dipindah tugaskan kesini, cenderung berat hati menerima keputusan ini. It was so suddenly. Terlebih untuk aku yang baru bekerja 2 bulan. Juga dengan jobdesk yang masih belum jelas dan menimbulkan banyak ketidak-nyamanan. Tapi mengeluh juga tidak akan menjadikan tugas baru ini menjadi lebih ringan, tp justru sebaliknya. Bersyukurlah! Maka bismillah, semoga Allah memudahkan segalanya. Semoga ini memang rencana terbaik yang Allah sediakan. 

Selamat belajar, Has!


Wednesday 6 November 2013

Cinta dan Produktivitas

Pada mulanya cinta adalah gagasan tentang bagaimana membahagiakan dan menumbuhkan orang lain. Selanjutnya cinta adalah kemauan baik yang menjembatani gagasan itu menuju alam kenyataan. Sisanya adalah kemampuan. Cinta yang hanya berkembang di batas gagasan dan kemauan baik akan tampak seperti pohon rindang yang tak berbuah.

Bagian cinta yang pertama dan kedua, gagasan dan kemauan baik, biasanya terbentuk dari serangkaian penghayatan akan nilai-nilai luhur kemanusiaan dan keagamaan tentang kehidupan dan hubungan antar manusia di dalamnya, hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan alam. Sedalam apa penghayatan itu dalam diri seorang pencinta, sedalam itu pula sumber energi cinta yang ada dalam dirinya.

Tapi bagian ketiga dari cinta, kemampuan, memerlukan latihan dan proses pembelajaran. Kalau kita mau memberi, kita harus belajar berlatih bagaimana memiliki. Kalau kita mau memperhatikan orang yang kita cintai, kita harus belajar dan berlatih untuk tidak membutuhkan perhatian orang lain. Kalau kita mau menumbuhkan sang kekasih, kita haru sbelajar dan berlatih bagaimana bertumbuh sendiri terlebih dahulu. Begitu seterusnya : memberi, memperhatikan, menumbuhkan, merawat dan melindungi mengharuskan kita memiliki kemampuan pribadi untuk melakukan tindakan-tindakan produktif.

Membangun kemampuan mencintai berarti membangun kemampuan produktif dalam diri kita. Menjadi seorang pencinta sejati berarti menjadi seorang produktif yang selalu berorientasi bukan hanya pada proses, tapi juga terutama hasil akhir. Produktivitas adalah indikator kematangan seorang pencinta. Seorang pencinta yang tidak produktif adalah pohon rindang yang tidak berbuah.

--- Anis Matta, Serial Cinta, Membangun Kemampuan Mencintai---


Buku ini benar-benar membuka mata dan paradigma saya tentang sebuah kata bernama cinta. Ust. Anis Matta rasanya betul-betul bisa menyelami makna cinta ini dengan begitu dalam. Ini kali ke-dua saya membaca buku ini, tapi baru kali ini saya bisa memahami kata-kata beliau yang cukup tinggi.

Cinta dan produktivitas mungkin yang ingin Allah sampaikan pada kita. Tentang cinta seorang Rasul pada umatnya, cinta orangtua pada anaknya, cinta seorang suami pada istrinya, cinta seorang anak pada orangtuanya. Memang betul, ketika kita mencintai seseorang atau sekelompok orang, biasanya kita memiliki keinginan untuk selalu memberi pada yang kita cintai. Sesederhana memberi salam, menanyakan kabar, memberikan semangat, sesederhana itu.

Namun ketika cinta kita bertumbuh semakin besar, maka keinginan untuk memberi itu juga akan bertambah besar. Dari sanalah kemudian kita mengupayakan diri kita untuk bisa memberi banyak hal esar pada orang yang kita cintai. Energi itulah yang kemudian tumbuh menjadi semangat perubahan dalam diri kita, karena tak mungkin kita memberi tanpa kita belajar untuk memiliki.

Cinta memang bisa mentransformasikan manusia menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Mungkin itu juga yang Allah maksud dengan 'Lelaki baik untuk perempuan baik'. Seseorang yang mencintai seorang atau sekelompok orang yang baik, tentu ia akan berusaha untuk menjadi lebih baik, agar bisa memiliki standar baik yang minimal sama dengan orang atau sekelompok orang yang dicintainya.

Maka ketika kita memutuskan untuk mencintai, bersiaplah untuk bertransformasi menjadi manusia dengan produktifitas tinggi.


Adik Ketemu Gede

Hari ini entah kenapa begitu stuck, kerjaan rasanya sulit sekali untuk bertransformasi dari alam pikiran menuju alam digital. Ah baiklah, kita ng-blog dulu sajah #eh

----

Di sela-sela waktu yang ga produktif ini tetiba ingin buka wasap yang sebetulnya paket internetnya udah abis. Jadi sebetulnya yang muncul adalah chat di malam hari yang belum sempat terbuka. Lalu muncullah 57 notifikasi dari grup kelompok mentoring adik-adik yang kemarin sempat kupegang. Sekarang sudah berganti mentor, dan dipegang oleh yang lain.

Percakapannya seperti biasa, tak lepas dari perbincangan seputar jadwal mentoring pekan ini kapan yaa. Mereka bersahutan menyampaikan kegiatan-kegiatannya sepulang sekolah. Hingga ada yang bertanya, 'Kalau aku mentoring, itu berarti aku menolong agama Allah ga?'. Yang lain bersahutan menanggapi dengan pendapatnya masing-masing, sembari melaporkan waktu kosongnya untuk mentoring. Hingga akhirnya yang bertanya tadi memberikan closing statement, 'Kalau gitu ga apa hari Rabu. Insyaallah yang bakal nolong aku Allah, bukan yang lain'. #nyesss..

----

Aaah, tetiba begitu rindu pada adik-adik mentoringku. Sejak angkatan 2010 hingga angakatan 2013 yang kisahnya aku ceritakan di atas. Betapa rindu pada setiap minggu yang aku harus datang lagi ke sekolah. Setiap minggu menanyakan kabar dan kepastian hari mentoring. Setiap minggu menyiapkan materi apa yang akan disampaikan. Setiap minggu mendengarkan celoteh mereka, mulai dari jajan pas istirahat sampai cerita rapat-rapat rutin mereka. Setiap minggu mendengar curhat mereka, mulai dari virus-virus merah jambu ala putih-abu hingga saat mereka mulai dilarang mentoring oleh orangtua karena takut diajari aliran sesat. Haha.. lucu sekali. Mungkin dulu juga aku begitu pada teteh-teteh mentorku. 

Sungguh diantara begitu banyak nikmat keimanan yang Allah berikan adalah nikmat diberikannya adik-adik mentor yang hampir setiap pekan selalu mewarnai kisah mingguanku. Bertemu mereka lagi, mendengar cerita mereka lagi, memberikan 'dongeng' lagi, dan begitu seterusnya. Kejadian yang monoton sebetulnya, tapi selalu saja ada rasa rindu jika satu atau dua minggu saja terlewat, tak ada mentoring. 

Di setiap akhir mentoring, biasanya adik yang bertugas sebagai MC, menutup dengan kata-kata yang nyaris serupa pada setiap kelompok yang berbeda. 
"Alhamdulillah mentoring kali ini telah selesai. Terimakasih kepada Teh Hasri yang sudah memberikan materi dan mendengarkan curhatan kita semua. Mohon maaf kalau ada salah-salah kata. Kita tutup dengan bacaan istighfar, hamdalah dan do'a akhir majelis"
Hampir selalu seperti itu. Padahal seusai mentoring dengan mereka, dalam hati aku selalu bersyukur, "Terima kasih Ya Rabb, telah mempercayakan mereka kepadaku. Pada seseorang yang sungguh masih sedikit ilmu, masih sering berbuat dosa, masih sulit untuk mengendalikan hawa nafsu, masih takut berbicara di depan umum, masih sering malas-malasan dalam beribadah. Tapi karena mereka aku mau merubah diriku. Menambah ilmuku setiap pekan sebelum bertemu dengan mereka. Malu jika akan berbuat dosa. Malu jika mengikuti hawa nafsu. Belajar berbicara di depan mereka, meski lidah ini kelu. Dihantui oleh setiap kata-kata yang muncul dari mulutku sendiri. Dan malu jika ibadahku pas-pasan. Terima kasih telah mengirimkan mereka untukku, yang dengannya aku berubah banyak."

Sekarang mereka telah berpencar ke banyak penjuru Indonesia, bahkan beberapa diantaranya ada yang telah berpindah ke negeri seberang. Beberapa diantaranya ada yang masih mentoring, ada juga yang sudah tidak. Kadang dari mereka masih ada yang meminta mentoring lagi saat musim liburan tiba, dan mereka semua berkumpul di Bandung. 

Ah, tetiba teringat betapa begitu banyak hak-hak mereka yang lalai aku tunaikan. Seringkali aku luput menanyakan kabar mereka yang telah berpindah ke lain kota. Seringkali aku lupa untuk sekedar menanyakan kabar. Seringkali aku kelu ketika melihat beberapa diantara mereka yang mulai berubah. Ah pasti itupun karena aku. Aku yang masih banyak sekali kurangnya dan penuh dengan keterbatasan dalam membersamai mereka. Aku yang apa adanya dan sangat minim ilmu.

Rindu itu semakin menjadi-jadi sekarang. Membayangkan hari-hari bersama mereka. Lingkaran-lingkaran itu. Mereka yang putih-abu. Lantai 4 sekolah kami. Foto bersama, makan bersama. Dan yang tak ternilai harganya adalah saat sedikit demi sedikit mereka mulai merasa bangga akan keislamannya, semangat beribadahnya, semua itu begitu menamparku dan membuatku berkaca pada diriku sendiri.

Adik-adikku, dimanapun kalian berada sekarang. Terimakasih telah hadir dalam lembaran hidupku, memberikan perubahan yang sangat berarti bagiku. Maaaf atas begitu banyak hak-hak yang belum sempat tertunaikan. Atas kesepakatan yang tak terjaga. Semoga Allah selalu menjaga kita, menjadikan kita wanita-wanita shalihah sebagai sebaik-baik perhiasan dunia. Semoga Allah menjadikan kita guru terbaik yang melahirkan anak-anak peradaban.


Tuesday 5 November 2013

Pelajaran Cinta

Memang tidak mudah. Sebab tidak karena kamu mencintai, lalu hendak memberi, atau kamu menebar pesona kematanganmu melalui itu, maka cintamu terbalas. Fakta ini mungkin pahit. Tapi begitulah adanya: kadang-kadang kamu harus belajar menepuk angin, bukan tangan lain yang melahirkan suara cinta.

Sebabnya sederhana saja. Cinta itu banyak macamnya. Ada cinta misi: cinta yang memang kita rencanakan sejak awal. Cinta ini lahir dari misi yang suci, didorong oleh emosi kebajikan dan didukung dengan kemampuan memberi. Misalnya cinta para Nabi kepada umatnya, atau guru kepada muridnya, atau pemimpin kepada rakyatnya, atau ibu kepada anaknya. Jiwamu dan jiwa orang yang kamu cintai tidak mesti bersatu. Cinta ini sering tidak berbalas. Bahkan sering berkembang jadi permusuhan. Lihatlah bagaimana Nabi-nabi itu dimusuhi umatnya, atau para ibu yang ditelantarkan anak-anaknya di usia tua, atau pemimpin yang baik dibunuh rakyatnya, atau guru yang dilupakan murid-muridnya.

Inilah cinta yang paling luhur. Paling suci. Sebagian besar kebaikan yang kita saksikan salam kehidupan kita, bahkan dalam sejarah umat manusia, sebenarnya merupakan buah dari cinta yang lain. Ambillah contoh: 1,3 milyar umat islam saat ini adalah hasil perjuangan berdarah-darah sang Nabi beserta para sahabat-sahabatnya. Itu cinta misi.

Tapi ada jenis cinta yang lain. Cinta jiwa. Cinta ini lahir dari kesamaan atau kegenapan watak jiwa. Jiwa yang sama atau berbeda tapi saling menggenapi biasanya akan saling mencintai. Cinta ini lazim ada dalam hubungan persahabatan dan perkawinan atau keluarga. Cinta ini mengharuskan adanya respon yang sama: cinta tidak boleh bertepuk sebelah tangan di sini.

Ada cinta ketiga. Cinta maslahat. Cinta ini dipertemukan oleh kesamaan kepentingan. Mereka bisa berbeda watak atau misi. Tapi kepentingan mereka sama maka mereka saling mencintai. Misalnya hubungan baik yang lazim berkembang di dunia bisnis. Suara ramah dari penjawab telepon atau senyum manis seorang pramugari atau layanan sempurna seorang resepsionis hotel: semua berkembang dari kepentingan tapi efektif menciptakan kenyamanan jiwa (comfortability). Anda adalah bagian dari pekerjaannya. Bukan jiwanya. Anda adalah kepentingannya. Bukan jiwanya.

--- Anis Matta, Serial Cinta, Pelajaran Cinta ---

Cinta memang kata yang sulit didefinisikan atau justru kata yang memiliki banyak definisi. Dari buku Ust. Anis Matta ini ada banyak pelajaran yang bisa kita ambil, tentang cinta.

Bagi siapapun yang sedang mengumpulkan batu bata untuk membangun sebuah rumah tangga, semoga cinta yang mendasari bangunan itu tak hanya sekedar cinta jiwa, cinta yang lahir dari sebuah kesenyawaan jiwa yang saling menggenapkan dan melahirkan sebuah ketenangan semata. Semoga cinta yang mendasari bangunan itu adalah sebuah 'Cinta Misi', cinta yang memiliki sebuah tujuan dan cita-cita agung di akhirnya. Cinta yang tak hanya mengharapkan kegenapan jiwa dan kepuasan biologis semata. Tapi ada sebuah cita-cita besar yang menjadi tujuan bersama dari bangunan tersebut. Cinta yang tak akan hilang meski cinta jiwa mengalami penurunan kualitas, jika suatu saat sebuah bencana menguji kualitas bangunan mereka. Cinta yang bisa menjadikan bangunan mereka adalah sebuah mesin peradaban, yang melahirkan agen-agen kebahagiaan untuk orang-orang disekitarnya.

Semoga memang bangunan itu akan terbentuk dari cinta yang berlandaskan misi yang agung, misi yang jauh kedepan dan dibutuhkan banyak 'bekal' untuk mencapainya. Bukan sekedar cinta jiwa, yang lahir dari persamaan dan kesegenapan. Bukan sekedar cinta jiwa yang lahir dari ketertarikan dan kenyamanan dua insan. Apalagi sekedar cinta maslahat, yang lahir hanya karena sebuah kepentingan semata, yang jika kepentingan itu tercapai maka selesailah sudah cintanya. 

Bagaimana menumbuhkan 'cinta misi' ini? Tentu kita harus  lebih banyak 'belajar' dan 'membaca' lagi..



Sunday 3 November 2013

Memaafkan Kesalahan Diri #2

"Katakanlah: "Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Az-Zumar: 53)

Tak ada seorang manusiapun di dunia ini yang luput dari salah dan dosa. Bahkan Rasulullah saw. yang dima'sum oleh Allahpun pernah melakukan khilaf yang kemudian ditegur langsung oleh Allah dan diabadikan dalam Al-Qur'an surat 'abasa. Begitulah manusia, sejatinya memang masa hidupnya adalah masa pengujian, trial and error. Memang seperti itulah manusia, masa hidupnya adalah masa belajar.

Kesalahan seringkali membuat manusia merasa terpuruk dan hina ketika tersadar bahwa yang telah ia lalui adalah sebuah kenistaan. Ia akan merasa kecil, tak berdaya. Kesalahan-kesalahannya membuatnya seakan menjadi makhluk yang paling hina dan tak pantas untuk diampuni. Bahkan tak sedikit dari mereka yang telah menyadari kesalahannya, merasa bahwa dosanya telah teramat besar dan mustahil Tuhan akan mengampuninya, maka tenggelamlah ia dalam lautan dosa dan tak sanggup naik ke daratan taubat. Di satu sisi, kita bisa melihat kewajaran dari sikap tersebut. Ketika ia mulai menyadari kesalahannya, melihat dampak dari dosa-dosanya, membandingkan dirinya dengan oranglain yang jauh lebih baik, itu memang akan membuatnya merasa semakin tak berdaya hingga sampai pada kondisi fatal, ia menyerah pada dosa dan kesalahannya. "Biarlah, aku sudah terlanjur kotor. Tak ada lagi yang mau menerimaku" 

Tapi itukah yang Allah inginkan dari kita? Maka untuk apa Allah sediakan surga, jika nafsu yang Ia ciptakan untuk kita hanya akan menggiring kita pada neraka-Nya?

Manusia bukanlah malaikat yang memang hidupnya hanya untuk mengabdi pada Allah. Ia tidak Allah sisipkan rasa membangkang dalam dirinya. Tapi manusia juga bukanlah iblis yang memang telah mengikrarkan hidupnya untuk mecari sebanyak-banyaknya kawan di neraka untuknya. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang Allah berikan pilihan untuk hidupnya, apakah akan menjadi kawan dari malaikat ataukah menjadi kawan dari iblis. Segala hal yang Allah titipkan pada manusia berupa akal, hawa nafsu, intuisi dan segala fitrah manusia, adalah bekal yang Allah berikan untuk kita bisa memilih jalan hidup tersebut. Akal digunakan untuk berpikir dan berlogika tentang sesuatu yang baik atau buruk, pantas atau tidak. Hawa nafsu Allah titipkan untuk mengolah perasaan kita, kemanakah ia lebih diarahkan, apakah kepada nafsu yang baik ataukah sebaliknya. Intusi adalah kepekaan naluriah yang berhubungan dengan alam bawah sadar, yang sadar ataupun tidak, ini berkaitan erat dengan kedekatan manusia pada Tuhannya.

"Tuhanmu telah menetapkan atas diriNya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barangsiapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya, dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al An'aam: 54)
Itulah jawaban Allah atas hamba-hamba-Nya yang berbuat salah. Allah meminta kita untuk datang kepada-Nya, memohon ampunan-Nya, dan berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Itulah yang Allah inginkan dari kita. Ia yang menciptakan kita dan tahu betul tabiat kita. Allah tahu betapa kita pasti akan pernah melewati jalan yang salah, maka Allah selalu menyediakan kesempatan bagi kita untuk kembali atau berbalik arah. Allah tahu kita makhluk yang perlu banyak belajar, maka Allah selalu membukakan ampunan-Nya bagi mereka yang mau belajar dari kesalahan-kesalahnnya. 

Maka tak ada lagi alasan untuk terjerembab dalam kubangan dosa. Tak ada lagi alasan untuk tenggelam dalam lautan khilaf. Tak ada kata menyerah pada keadaan. Bangkitlah! Bergeraklah! Temukan jalan kembali kepada-Nya. Sama halnya ketika kita tersesat dalam mencari sebuah alamat, ketika kita menemui jalan buntu, kita harus kembali memutar arah, mencari jalan yang benar, meski dengannya kita akan mengalami kesulitan seperti berjalan dalam labirin, meski dengannya kita mungkin akan merasa malu karena orang-orang yang ada di pinggir jalan menyaksikan bahwa kita tersesat, meski dengannya kita harus menambah bahan bakar kendaraan kita karena ia telah terkuras dalam perjalanan yang menyesatkan tadi. Tapi itu bayaran yang harus kita berikan untuk keluar dari kebuntuan dan mencari alamat yang benar, untuk sampai pada tujuan yang memang kita harapkan. 

Bagi mereka yang baru menyadari bahwa selama hidupnya sering melakukan kesalahan pada orang-orang sekitarnya, sering membuat jengkel teman-teman atau tetangga atau yang selama bertahun-tahun menjadi public enemy. Bangkitlah! Mohon ampun pada Allah, meminta maaf pada manusia, dan mulailah bersikap baik pada sesama. Jangan marah ketika dalam perjalanan meminta maaf akan ada yang tidak memaafkan atau malah balik mencemooh. Itu bukan urusan kita. Allah akan melihat segala usaha kita dan kelak ketika Allah telah meridhoi kita, ia akan menggerakkan hati-hati manusia untuk juga memaafkan kesalahan-kesalahan kita. Bukankah Ia yang Maha membolak-balikkan hati manusia?

Anak-anak yang selama ini sering mengecewakan orangtuanya. Tak sekali membuat mereka menangis karena tingkah kita. Melakukan larangan Allah yang bahkan kita tak boleh berkata "ah!" pada mereka. Masih ada waktu untuk memohon ampun pada Allah dan meminta maaf pada kedua orangtua kita. Manfaatkanlah waktu yang tersisa untuk memuliakan mereka. Membalas segala kasih sayang dan kebaikan mereka, meski itu tak akan pernah sebanding sebetulnya. Jika mereka telah tiada, jadilah anak yang shaleh yang do'anya bisa meringankan siksa kuburnya, yang amalanya bisa membawa mereka untuk ke surga. 

Untuk para orangtua yang baru menyadari bahwa selama ini salah mendidik anak-anaknya. Bertahun-tahun melakukan keburukan di depan anak-anak yang kemudian dicontoh oleh mereka. Melalaikan hak-hak anak yang selama ini mereka harapkan. Menyumbang masalah sosial karena telah melahirkan anak yang justru malah meresahkan banyak orang. Tak perlu berputus asa, cukuplah yang dahulu menjadi pelajaran yang berharga. Masih ada waktu untuk memohon ampun pada Allah dan dengan rendah hati meminta maaf pada anak-anak. Masih ada waktu untuk menata kembali kehidupan keluarga yang sempat kacau karena kesalahan di awal. Masih ada waktu untuk mendidik anak-anak shaleh yang kelak akan menjadi amal yang tak terputus ketika nyawa telah berpindah ke alam yang berbeda. 


Bagi dua insan manusia yang saling mencinta namun belum terikat dalam ijab ibadah yang menghalalkannya. Mohon ampunlah pada Allah atas segala khilaf yang terlanjur dilakukan. Atas perhatian-perhatian dan perasaan-perasaan yang terlanjur diumbar pada waktu yang belum saatnya. Atau bahkan jika ada larangan Allah yang justru telah terlanggar. Mohon Ampunlah pada-Nya. Mohonlah cinta-Nya yang lebih utama daripada cinta dari makhluk-Nya. Mohonlah pada-Nya untuk meridhoi cinta kalian dan menyampaikannya menjadi ibadah yang nilainya setengah agama. Putuskanlah hal-hal yang belum hak dan dapat membuat-Nya cemburu pada cinta kalian. Berkomitmenlah untuk saling menjaga perasaan dan menyerahkannya pada Allah. Masih ada waktu untuk menjadikannya proses yang baik untuk niat yang sangat baik. Masih ada waktu untuk memulai sebuah ibadah yang besar dengan awalan yang baik. Masih ada kesempatan untuk membangun peradaban kecil pada rumah tangga kalian kelak, dengan ikhtiar terbaik yang diridhoi-Nya. Karena alangkah lebih baiknya jika sebuah rumah tangga yang berkah diikhtiarkan dan diawali dengan proses yang juga penuh berkah.

Untuk siapapun yang sedang berjuang mendapatkan ridho dan ampunan-Nya, tetaplah berikhtiar untuk itu. Tak peduli seberapa panjang jalan yang harus kalian tempuh. Tak peduli seberapa sakit luka yang harus kalian obati. Tak peduli berapa banyak orang yang akan mentertawai. Yakinlah, cinta Allah yang sedang kalian perjuangkan, yang balasannya bahkan tak ternilai oleh bumi dan seisinya.

Teruslah berjalan menuju ampunan-Nya. Bayangkanlah berapa orang yang akan bahagia melihat perubahan kalian. Berapa pasang mata yang akan menangis haru mendengar permintaan maaf kalian. Dan berapa banyak malaikat yang akan ikut mendoakan dan meng-amin-kan do'a-do'a kalian. 

Semoga kita tergolong hamba-Nya yang selalu belajar atas kesalahan dan kebaikan. Semoga kita tergolong hamba-Nya yang tak pernah berputus asa pada rahmat Allah, Tuhan yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Maha Pengampun.


“….dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yg kafir.”  (QS. Yusuf :87)


Friday 1 November 2013

cinta


Kesenangan ini

Kesenangan dunia mungkin memang Allah sediakan untuk menguji manusia. Sebagiannya disediakan untuk menguji rasa syukur dan sebagian lainnya disediakan untuk menguji ketaatan kepada-Nya. 

"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak laki-laki, harta yang banyak dari jenis emas dan perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik."
(Ali ‘Imran: 14)
Pada hakikatnya kesenangan dunia akan selalu sejalan dengan hawa nafsu manusia; nafsu muthmainnah, nafsu amarah, nafsu lawamah. Banyak hal yang bisa memuaskan manusia untuk 3 nafsu tersebut. Berbuat baik, bersikap ramah, menjalankan segala sesuatu yang sejalan dengan fitrah manusia kita selalu akan memuaskan nafsu muthmainnah kita, karena memang pada dasarnya setiap manusia memiliki jiwa hanif yang Allah titipkan dalam ruhnya. Menyalurkan perasaan kita, marah ketika kita jengkel, geram ketika ketidak-adilan muncul, itu sejalan dengan nafsu amarah kita. Bukan berarti manusia itu makhluk yang pemarah, tapi nafsu ini tentu Allah ciptakan juga untuk membentuk keseimbangan di alam semesta. Kenyamanan terhadap lawan jenis, perasaan tertarik pada kutub yang berbeda, kelengkapan senyawa yang Allah sengaja ciptakan antara kaum adam dan hawa, itu semua Allah ciptakan untuk menjalankan fungsi nafsu lawamah kita. Bukan untuk sesuatu yang berbau tak senonoh, tapi lagi-lagi itu Allah sinergikan dengan alam dengan membuat segala aturan dan kerangka yang menjadikannya halal dan bernilai separuh keyakinan, itulah yang membedakan manusia dengan binatang.

Kesenangan dunia memang Allah ciptakan untuk menguji dari hamba-hambaNya, mana yang paling baik amalnya, siapa yang paling teguh ketaatannya dan siapa yang benar-benar mengabdi kepada Rabb-nya.

"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun, " (QS. Al-Mulk : 2)
Kesenangan hidup memang selalu harus senantiasa kita sikapi dalam perspektif seorang hamba. Hamba Allah, yang menjadikan-Nya Illah, tujuan dari setiap langkahnya. Hamba Allah yang menjadikan-Nya Rabb, Tuhan yang menggenggam hidupnya dan yang paling menyayanginya. Hamba Allah yang menjadikan-Nya Raja, penggenggam segala aturan yang harus dipatuhinya. Perspektif inilah yang kemudian bisa menggerakan seorang hamba, untuk senantiasa mengarahkan hawa nafsunya pada kehendak Tuhannya. Menyeimbangkan antara tiga nafsu tersebut untuk tidak berbenturan satu sama lain. Mengoptimalkan segala yang baik dari tiga nafsu tersebut untuk menjadikannya manusia yang ahsanu amala, manusia dengan sebaik-baik amal.

Kesenangan dunia adalah ujian sekaligus nikmat yang Allah hadiahkan untuk kita agar berpikir dalam serta menghayati setiap jengkal kehidupan yang kita lalui.

Ya Rabbi, jadikanlah kami hamba-Mu yang peka terhadap segala Iradah-Mu, jadikanlah kami hamba-Mu yang bersyukur sekaligus hamba-Mu yang selalu berhati-hati, menelaah dengan dalam apa yang sebenarnya Engkau inginkan atas segala yang Engkau titipkan.
Ya Rabbi berikanlah selalu petunjuk-Mu agar kami selalu berada di dalam jalan-Mu
Ya Rabbi jangan biarkan kami tergelincir pada kesenangan dunia yang sebetulnya adalah ujian dunia.

Ya Rabbi, sampaikanlah kami dengan selamat pada akhir kehidupan dunia ini dan sampaikanlah kami pada kehidupan yang kekal abadi, di Jannah-Mu kelak.


Followers