Wednesday 19 December 2012

Krisis Identitas


Seringkali muncul kekhawatiran tentang citra diri di hadapan orang lain. Banyak pertanyaan muncul tentang apa yang ada dalam pikiran orang-orang tentan diri ini. Citra yang positif kah? Ataukah citra yang negatif.

Entah mengapa diri ini begitu khawatir terhadap penilaian orang lain. Khawatir orang lain memiliki pandangann yang buruk terhadap track recordku, sikapku, kebiasaanku, emosiku, ekspresiku, tentang apapun yang muncul dan timbul dari diri ini. Mungkin aku terlalu melankolis dan berlebihan. Seperti biasa.

Sebetulnya kekhawatiran ini muncul sejak dulu, aku selalu peduli dan penasaran tentang apa yang orang lain pikirkan atas diriku. Aku selalu khawatir jika ada orang yang membeciku. Ya, selalu seperti itu. Tapi kali ini, kekhawatiran itu muncul karena banyak perubahan yang terjadi pada diri ini. Banyak yang berubah dari sikap, kebiasaan, dan pola pikirku.

Sekarang, aku tak lagi semengalah dulu, yang akan oke saja atas apapun yang orang lain putuskan. Sekarang aku tak sepenakut dulu, saat ada orang yang begitu dominan dan otoriter. Sekarang aku tak selembut dulu, yang begitu mudah menangis atas kejadian yang menyentuh hatiku.

Sekarang, aku bisa berontak dan menolak saat berada pada situasi yang memaksaku dan aku tak suka. Sekarang aku bisa menunjukkan  ketidak-sukaanku akan suatu hal, baik itu lewat sikap, raut wajah, perkataan, atau apapun. Sekarang aku lebih sering mengutarakan apa yang aku rasakan, baik maupun buruk. Sekarang aku lebih sering berpikir negative dan kemungkinan buruk, jika memang secara logika hal tersebut negative dan buruk.

Atas semua itu, tentu banyak yang berubah dari sikapku dan aku khawatir orang lain tak menyukainya. Aku takut jika diri ini begitu menyebalkan. Aku taku jika sikapku ini begittu mengganggu. Aku takut orang lain tak menginginkan keberadaanku. Aku takut. Takut sekali.

Terkadang, rindu aku yang dulu. Yang selalu menerima perlakuan dan kondisi lingkungan sekitarku meski itu terlalu pasrah dan tidak kritis. Tapi setidaknya hatiku tenang. Terkadang, rindu aku yang dulu. Yang selalu berpikir positif, husnudzon pada setiap keadaan dan perlakuan orang lain meski tak jarang aku yang dibohongi oleh keadaan itu. Tapi setidaknya hatiku bersih. Aku rindu saat begitu mudahnya aku menangis, saat situasi berlebihan apapun terjadi, apakah itu terlalu menyedihkan atau terlalu membahagiakan, atau terlalu menyebalkan. Meski orang lain menilainya cengeng dan berlebihan, tapi setidaknya aku bisa menumpahkan perasaanku.

Emh, itu mungkin hanya sebuah kerinduan. Entah pada posisi manakah aku yang lebih baik, dulu ataukah sekarang. Tapi alangkah celakanya diri ini jika hari ini lebih b,uruk dari hari kemarin. 

Saturday 15 December 2012

Cinta itu memang butuh perjuangan

Seperti yang pernah kuceritakan sebelumnya tentang hidupku 6 bulan ke belakang, ini memang fase yang cukup berat untukku.

6 bulan berselang, rasanya semuanya mulai membaik. Aku mulai bisa menerima diriku apa adanya. Aku mulai menerima partnerku apa adanya. Dan diam-diam aku mulai menyayanginya. Haha, lucu memang.. Dia orang yang begitu berbalikan denganku. Praktis apa yang aku suka, bisa jadi itulah yang ia benci. Begitupun sebaliknya.

Tapi sayang itupun tak cukup. Niat awal untuk mencintanya pun tak cukup. Benar kata Ust.Anis Matta, Bahwa pekerjaan cinta adalah menumbuhkan dan merawatnya. Dongkol itu pasti ada. Jenuh itu sudah barang pasti. Tapi aku akan terus berusaha untuk mencintainya. Meski hingga saat ini kami masih sering bertengkar, beradu argumen. Tapi mungkin itulah medan perjuangan yang Allah sediakan untukku, untuk kami. Semoga perasaan ini bisa terus tumbuh subur, mengalahkan kekesalanku padanya. Hehe

So far, perasaan ini terus meningkat. Semoga terus begitu. :)
Jaga ukhuwah ini ya Rabb.. Aamiin

Tuesday 4 December 2012

Teruntuk adik-adik asramaku

Aku tahu, sungguh tahu, siapa diri ini
Aku sadar, dan teramat menyadari betapa banyak kekurangan diri ini
Maka aku dengan statusku disini, bukanlah seseorang yang tanpa cacat yang hanya memiliki sisi baiknya saja.

Aku sadar atas kelemahan dan kekuranganku, hingga atasnya aku ber-azzam untuk menjadikan amanah ini sebagai pecut untuk semakin memperbesar langkahku meninggalkan kejahiliahan ini.

Aku berusaha untuk bisa menemani perjalanan kalian, dengan menjadi aku yang apa adanya. Aku memang seperti ini. Aku yang plegmatis. Aku yang melankolis. Aku yang kurang tegas. Aku kurang perhatian. Aku yang masih belum bisa menjadi teladan yang baik untuk kalian. 

Mungkin kalian kecewa mendapatkan seorang pembina dengan kapasitas sepertiku. Terlebih atas kebiasaan buruk harian yang masih sangat sulit aku hilangkan. Tapi percayalah, aku selalu berusaha untuk berubah.

Adik-adikku, sungguh sejak awal aku lebih suka menganggap kalian sebagai sahabatku. Aku lebih suka berbincang dibandingkan dengan memerintah kalian. Aku lebih suka membebaskan kalian bahkan, dibandingkan dengan menyuguhkan segudang peraturan untuk menyamakan langkah kita. Aku sangat suka jika kita berbincang begitu dalam memasuki alam hidup kita masing-masing. Aku sungguh suka mendengar kisah hidup kalian, mendengar mimpi-mimpi kalian dan mendengar cerita betapa rindunya kalian pada kampung halaman.

Sungguh aku belajar banyak disini. Melihat, mendengarkan, dan menyaksikan tingkah kalian, sungguh adalah sebuah warna tersendiri dalam kanvas perjalanan hidupku. Kalian yang dominan koleris, kalian yang penuh argumentatif, kalian yang plegmatis, yang melankolis, kalian yang tanpa kusadari mulai aku cintai.

Maafkan atas begitu banyak contoh tidak baik yang aku lakukan
Maafkan atas begitu banyak kebiasaan buruk yang masih sering aku lakukan
Sungguh, kalianlah yang mengajariku banyak hal

Rabbi, tuntunlah langkah kami hingga jannahMu kelak.. 
aamiin

Followers