Sunday 25 November 2012

Malu

Bismillah..

Akhir-akhir ini banyak diingatkan tentang hal yang bisa jadi selama ini terlalaikan.
Hari jum'at yang lalu, menemani teman-teman asrama hadir di pembinaan terpusat. Materi manajemen waktu dari Ka Aji. Ya Rabbi, rasanya ingin nangis banget waktu itu..

Merasa betapa dzalimnya asri selama ini terhadap waktu-waktu yang dimiliki. Merasa begitu sombongnya diri ini atas rutinitas dan aktivitas yang dijalani, padahal sungguh ia tak seberapa. Merasa betapa ada banyak hak-hak yang terabaikan akibat buruknya menejemen waktu yang saya miliki.
Ya Rabbi, berapa banyak lagi waktu yang kumiliki di dunia ini...
--
Beberapa menit yang lalu, baru saja membaca blog seorang senior di kampus. Beliau menceritakan tentang 'prosesnya' dan segala hikmah dan pelajaran yang beliau dapatkan. Ya Rabbi, rasanya diri ini begitu kotor..

Candaan, interaksi.. ah, rasanya diri ini begitu jauh dari kesucian.
Aku yang sejak kuliah memiliki perubahan karakter, seringkali berinteraksi dengan banyak orang dengan lebih ekspresif. Aku memang tak membedakan perlakuanku pada siapapun. Begitulah adanya. Pada laki-laki maupun perempuan. Interaksiku mungkin memang menjadi lebih cair dibandingkan dulu saat SMA. Bagiku laki-laki yang 'mereka' sebut 'cowo', ya sama saja dengan yang 'mereka' panggil 'ikhwan'. Maka,  perlakuanku pun pada mereka sama saja.

Tapi kini, aku tersadar bahwa aku wanita. Aku tetaplah makhluk yang lemah terhadap perasaan -sejujurnya. Dan makhluk itu tetaplah lelaki, yang lemah terhadap reaksi. Maka sungguh, aku merasa begitu kerdil. Ah, entah sulit sekali menjelaskannya disini.

Yang pasti, rasanya harus ada yang berubah dari sikapku. Harus banyak yang kukendalikan. Aku harus lebih dewasa menempatkan diri dan sifat naluriahku. Tak bolehlah diri ini terlalu terbuka, karena bagaimanapun kita tak pernah tahu melalui celah mana setan akan menggoda.

Rabb, sungguh ini begitu kasat mata.
Tak sadar aku, hingga akhirnya aku menyadari bahkan dimata manusiapun, mungkin diri ini teramat rendah.

Ya Rabbi, aku tahu diriku, dan Engkau tentu lebih mengenalku
Ampuni segala khilaf ini dan bantulah aku untuk senantiasa menjaga diri..
Kuatkan diri ini, saat tak ada seorangpun yang mampu menguatkanku..
Marahi aku ya Rabb, saat aku begitu bebal menilai kedzaliman diri..
Sayangi aku, karena tak ada lagi yang kuharapkan kasih dan cintanya, selain dariMu..

Ya Rabbi, aku sadar betul betapa kecilnya diri ini
Tapi ya Rabb, bantu aku untuk bisa melayakkan diri di hadapanMu, agar diri ini tak menjadi benalu..


Monday 19 November 2012

UGD #3

Disinilah Ya Rabb, akhirnya aku menyadari bahwa waktu telah menggiringku begitu jauh. Jauh meninggalkan masa kecilku, beranjak menuju kedewasaan. Mau tak mau. 

Seringkali aku membohongi usia, dan melupakan angka.
Aku tak mau cepat tua, aku masih mau begini. Aku masih ingin kecil dan diayomi. Aku masih ingin dilihat dan diperhatikan. Aku masih ingin bisa melakukan sesuatu yang memang ingin aku lakukan, saja.

Tapi dunia berkata lain. 
Semuanya menggiringku meninggalkan masa-masa itu dan membuka pintu-pintu baru untukku. Mungkin Allah sedang mempersiapkanku untuk menjadi sesuatu. Apa itu, aku tidak tahu. Tapi aku disentil untuk mengutip perkataan WS. Rendra dalam puisinya, 
"Kenapa kita tidak pernah bertanya, 'Mengapa amanah itu diberikan kepada kita?'"

Itulah mengapa aku yakin, dengan ini semua sesungguhnya Allah sedang mempersiapkanku untuk menjadi sesuatu. 

Bersyukur, di akhir semester kemarin aku memutuskan untuk menyetujui mengambil amanah sebagai pembina asrama. Awalnya aku menolak. Aku tahu siapa diriku. Aku tahu bagaimana aku. Dan aku tahu sebobrok apa diri ini. Tak pantas dan belum siap rasanya, jika aku menjadi pembina asrama. Tapi akhirnya kuputuskan untuk kuambil, dengan niat ingin melanjutkan pembinaan di salman. Agak was-was dan kurang yakin dengan diri sendiri sebetulnya, tapi yasudah, coba kulajani saja dulu.

Bulan-bulan pertama ini cukup menyiksa sebetulnya. Berkolaborasi dengan orang-orang yang dominan koleris dalam satu rumah, yang judulnya aku membina mereka. Kuakui ini adalah masa-masa terberat selama aku menjalani kehidupan asrama sejak tahun pertama di ITB. Tapi kejadian ini cukup membuatku tersadar. Bahwa akan ada banyak yang kudapatkan disini. Softskill yang mungkin tak akan bisa didapat jika aku tidak menjadi pembina asrama. Bayangkan saja, mengelola 19 anak yang padahal aku sendiri masih harus dibenahi. Sering sekali aku merasa bodoh dan tak pantas, saat lagi-lagi aku kesiangan terutama. Ya Rabbi, itu tantangan terberat bagiku.. 

Tapi aku yakin, balasan dari Allah akan selalu sebanding dengan nilai lelah kita.
Saat aku merasa begitu berat, kembali aku meyakini bahwa akan ada banyak yang bisa kudapatkan. Tidak mudah memang, karena itu PR hati juga. 

Tapi sekali lagi, akan aku awali semua ini dengan mencintai mereka terlebih dahulu sebelum aku mengenalnya. Setelah masa-masa UGD ini, aku semakin bersyukur ada di asrama dan aku mulai mencintai dan mengenal mereka satu persatu. 

Ya Rabb, lapangkanlah dada ini untuk bisa menerima segala yang kau berikan dalam hidupku
Ya Rabb, bersihkanlah hati ini dari segala penyakit hati yang bisa membatasi cinta ini pada mereka

Ya Rabb, aku yakin rencanaMu indah, maka sampaikanlah aku dengan selamat menuju ketetapan itu




UGD #2

Selesai menelepon orangtuanya, aku kembali menyelesaikan urusan administrasi. Arista harus dirawat inap, dan harus ada pembayaran uang muka dan pemilihan kelas untuk rawat inap tersebut. Memilih kamar, membayar uang muka, Ya Rabbi ini sungguh untuk pertama kali..

Seluruh ruang inap masih penuh, maka ia masih ditempatkan di UGD untuk menunggu kamar kosong. Aku harus kuliah, maka kami bergiliran menunggunya di UGD. Kami mengatur jadwal anak asrama untuk bergantian berjaga di rumah sakit. Jam 10.30 kuliahku yang pertama selesai. Aku pulang ke asrama, untuk mandi dan bersih-bersih. Sebelumnya aku masih dengan setelan shalat subuh. Ya, aku kuliah dengan setelan itu. Haha. Baju tidur yang dirangkap dengan jaket dan menggunakan kerudung bergo. Satu lagi, aku menggunakan sendal jepit. Haha, untunglah saat pergi mengantarkan ke UGD aku sudah membawa tas kuliahku.

Ba'da dzuhur aku kembali ke rumah sakit untuk bergantian menjaga. Aku merasa aku harus yang paling sering standby disana, agar aku selalu mendapat informasi terbaru. Bekal untuk menjelaskan pada kedua orangtuanya. Sekitar pukul 3 ada kamar kosong, maka Arista bisa dipindah dari UGD kesana. Dan mulailah masa-masa menunggu di rumahsakit. Orangtua arista baru pergi sore dari Kendal dan baru akan sampai besok subuhnya. Maka aku merasa harus standby untuk bisa menyambut keluarganya. Persiapan menginap sudah disiapkan, laptop, jaket dan makanan. Haha. Hanya aku lupa membawa sabun-sabunku.

Semalaman, bergantian dengan Afifah dan Astin. Ditemani beberapa orang dari asrama putera, karena yang bisa masuk ruangan hanya 1 orang maka yang lain menunggu di lobby. Berusaha mengerjakan tugas tapi ternyata konsentrasi susah dikumpulkan. Akhirnya sebagian besar mengobrol dengan Astin, mengobrolkan apapun tentang asrama sampai topik galau. Haha

Aku pikir, kami bisa bergantian tidur. Tapi ternyata tidurpun tetap tak enak rasanya, karena sambil duduk. Pagi menjelang, orangtua Aristapun datang. Mempersilahkan beliau untuk menemuinya, sedikit membuka percakapan dan menawarkan istirahat di Asrama. Tapi aku paham, mana mungkin mereka tega meninggalkan anaknya yang sekitar 5 jam lagi akan menjalani operasi.

Operasi selesai. Arista masih harus dirawat. Kami seasrama masih bergilran datang kesana, meski sudah ada keluarganya. Mengantar ibunya yang harus membersihkan pakaian-pakaian mereka. Menengok lagi ke rumah sakit. Mengantarkan barang-barang yang dibutuhkan disana. Begitu kuranglebih hingga hari ke-5. Arista dirawat 5 hari di Boromeus dan pada hari minggu diperbolehkan pulang dan langsung dibawa ke Semarang oleh orangtuanya. 

Sore hari kami satu asrama salman -Asrama Putera&Puteri datang ke Borromeus, untuk menengok terakhir kali dan mengantarkannya pulang. Tahukah, saat itu lobby Borromeus lantai 1 tiba-tiba dipenuhi oleh anak-anak yang beberapa dari mereka bisa dikenali sebagai Anak Asrama Salman karena jaket yang dipakainya. Mirip seperti demo. Hehe. Konon, kejadian ini sangat membuat haru keduaorangtuanya. Orangtuanya terharu sekali karena banyak sekali yang datang dan betapa teman-teman anaknya begitu baik dan perhatian kepada anaknya.

Rabbi, inilah kali pertamaku dan sungguh aku mendapat banyak pelajaran dan pendewasaan.

UGD #1


7 November 2012, hari yang cukup padat, chaeos, tapi produktif dan penuh pembelajaran.
Ba’da shubuh tadi tiba-tiba Arista, adik asramaku, sakit perut sampe nangis-nangis. Terlihat sekali sakitnya itu begitu menyiksanya. Hebohlah pokonya. Dikompres, dikasih makanan, dikasih obat, tapi nampakya tak membantu. Setelah konsultasi dengan isteri seorang pengurus YPM yang dokter, akhirnya kita memutuskan untuk membawanya ke UGD Boromeus. Tapi ia begitu sulit dilobby. Ditambah lagi tempat tidurnya yang terletak di tingkat 2 membuatnya untuk sekedar diajak turun ke bawahpun sulit. Akhirnya setelah dengan perjuangan yang keras arista berhasil diangkat turun dari tempat tidurnya, dirapihkan pakaiannya dan dibawa ke UGD Boromeus. Aku, bersama 2 adik asrama yang lain mengantar Arista ke UGD dengan ambulance salman yang dikemudikan oleh salah satu adik asrama putera.

Jujur, saat itu aku panik luar biasa. Saat itu, Tami, partner pembina di Asrama sedang ada kuliah di Jakarta. Aku pembina seorang diri, yah sebutlah yang paling dituakan. Semua orang saat itu panik, berusaha saling menawarkan solusi, namun terkadang memperumit situasi. Semuanya panik dan aku merasa yang paling ertanggungjawab saat itu. Jujur aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku telpon Bu Yani. Aku hubungi anak asrama putera. Aku coba membagi tugas anak-anak asrama. Mengangkat Arista, mencarikannya baju, menelpon Bayu untuk standbykan ambulance, dan mengangkat Arista dari lantai 4 Arama Puteri Salman menuju basement salman. Panik, aku tahu ekspresi wajahku tak pernah mampu menutupi isi hati dan pikiranku. Aku tahu, adik-adik asrama melihat aku yang begitu gelagapan. Ah yasudah, yang terpenting Arista dibawa ke rumah sakit.

Masuk UGD, menunggu di UGD, mengurus administrasi, menghubungi banyak orang dan yang paling berat adalah saat harus menghubungi orangtua Arista di Semarang. Oh Rabb, aku tak bisa membayangkan bagaimana perasaan orangtuanya mengetahui anaknya masuk UGD di kota nun jauh disana. Awalnya berpikir untuk tidak perlu menghubungi orangtuanya dulu, jika memang ini bisa kita atasi sendiri. Khawatir malah jadi menghebohkan. Tapi ternyata sakitnya serius. Usus buntu dan harus dioperasi sesegera mungkin. 

Berhubungan dengan orangtua orang lain adalah hal yang paling aku takutkan. Aku khawatir dengan sikapku yang mungkin tak sopan, aku khawatir dengan ucapanku yang mungkin tak berkenan, atau apapunlah. Aku selalu khawatir. Dan dalam situasi ini, aku harus mengabarkan pada orangtuanya yang jauh bahwa anaknya yang berada di asrama salman sakit dan harus dioperasi cepat. Aku harus bisa menyampaikan dengan baik dan meyakinkan pada kedua orangtuanya untuk tetap tenang dan mempercayakan semuanya pada kami..
...

Ya Rabb, ini baru bagiku..
Bimbing aku untuk bisa menyelesaikannya..

Followers