Tuesday 1 July 2014

Menunggu yang ditunggu

Menikah dan memiliki keturunan mungkin menjadi dua hal yang saling berkatan. Saya rasa hampir semua pasangan yang menikah, ingin melahirkan keturunan. Dan itu juga tentu yang saya inginkan.

Sebulan terakhir menuju pernikahan, saya sering sekali mencari informasi yang berhubungan dengan kehamilan, kesuburan, kesehatan keluarga dan lain-lain. Saya ingin mempersiapkan pengetahuan saya, demi menyambut dan mempersiapkan 'dedek' kami kelak. Meskipun begitu, di awal pernikahan saya dan suami sepakat untuk santai saja menanti ketadangannya. Bukan berarti menunda atau melama-lamakan. Tidak sama sekali, hanya saja menurut artikel-artikel yang kami baca, terlalu terfokus pada keinginan memiliki keturunan, bisa menyebabkan hubungan suami-istri menjadi tidak rileks atau tegang. Maka dari itu kami berusaha menikmati masa-masa pacaran kami dengan tenang dan mengalir saja seperti air.

Waktu bergulir, menuju satu bulan pernikahan, ada hal yang baru saya sadari. Ternyata di luar saya dan suami, ada orang-orang yang juga menantikan kehadiran si dedek. Merekalah kedua orangtua kami, yang merasakan harap bercampur cemas. Berharap akan datangnya anggota baru dalam keluarga besar kami, dan cemas akan kesehatan reproduksi kami. Memang hal tu tidak pernah mereka katakan secara langsung pada kami, tapi perasaan sensitif saya menebaknya. Ya, hanya menebak saja.

Sejak saat itu, empati saya mulai bertambah. Mungkin inilah mengapa menikah bisa menambah kedewasaan, karena akhirnya kita mulai keluar dari zona diri menuju zona-zona lain yang secara sadar mesti kita libatkan. Bukan lagi tentang keinginan diri, tapi juga melihat kebutuhan sekitar. Dan jujur sejak saat itu, saya mulai dihantui oleh kekhawatiran-kekhawatiran dan perasaan-perasaan 'GR' pada kehadiran si dedek. Ah wanita itu memang harus kuat. Tapi bukan sekedar kuat fisik kurasa, melainkan juga kuat untuk bisa mengatur perasaannya. Meskipun saya taidak tahu jelas teorinya dari siapa tentang perempuan yang lebih mengedepankan perasaan dalam alam pikirnya, tapi sedikit banyak saya merasakan itu. Saya pribadi merasa sering tersiksa oleh pergolakan perasaan yang saya alami, ketika takut bercampur resah, harap berampur gelisah, marah bercampur rindu, dan perasaaan-perasaan dilematia lainnya. Pun saat ini, ketika harus mengatur perasaan khawatir dan ketakutan saya agar bisa tetap rileks dan behusnudzon pada takdir Allah. Ah, rasanya kerja keras sekali untuk bisa memanage ini semua. 

Dan lagi-lagi, sekolah kehidupan ini selalu memberikan pelajaran keimanan yang kian hari kian dalam. Bahwa lagi-lagi kita diuji tentang keikhlasan hati pada setiap usaha yang dilakukan, husnuzon tingkat tinggi pada takdir yang akan Allah tetapkan, dan bertawakal serta bersyukur pada setiap ketetapan yang telah Allah gariskan.

Allahu'alam bishawab
Hanya ingin menyalurkan kegundahan hati yang sedang menunggu, 
Menunggu bilamana yang ditunggu sebetulnya juga menungguku :)


No comments:

Followers