Tuesday 29 May 2012

dan Hati lah yang menyentuhnya

"I learn a lot of good sides of you, thank you for caring me and for chatting with me, I wish you luck." -wilofy-

Kata-kata itu tertulis dalam sebuah pembatas buku berwarna ungu di bagian bawah. Ada gambar seorang perempuan berjilbab sambil bergaya "peace" disana, yang sepertinya dia mirip sekali dengan gaya ku dalam sebuah foto. Hehe

Pembatas buku itu, ada bersama benda lainnya dalam tas kertas berwarna coklat bertuliskan For: teh Hasri. Sebuah bunga origami berwarna merah yang dilapis dengan plastik yang agak tebal dibanding plastik bunga lainnya. hehe. Ada sebuah buku yang judulnya cukup menyeramkan "Dosa-dosa yang dianggap biasa". Terakhir, sebuah surat yang ditulis dengan tinta perak diatas kertas origami berwarna pink. Tas itu, disimpan di bagian atas lemari bajuku, yang baru ku buka saat maghrib sampai di asrama.

Sejak awal melihat bunga origami itu, aku sudah bisa menebak dari siapa bingkisan itu berasal. Meskipun sedikit unbelievable, benarkah darinya?

Ya itu memang darinya. Seseorang yang cukup fenomenal di asrama kami. Hehe, hiperbolis sih, pake kata fenomenal ini. Dia cuek, datar, dan tanpa basa-basi. In the other side, dia orang yang jujur. Teramat jujur, aku suka sekali sikap jujurnya, meski terkadang memang lebih mengedepankan ego nya. hehe.. lucu ya..

Minggu-minggu pertama di asrama ini, aku cukup kebingungan dengan sikapnya, terkadang sampai pada fase tersiksa. Haha, lebay amat yak. Tapi itu benar terjadi. Aku bingung harus bersikap apa menanggapi sikapnya. Pertanyaan dan sapaanku yang selalu dijawab dengan jawaban yang singkat. Sikap cuek dan datarnya yang membuahkan image jutek, membuatku selalu berpikir, "Aduuuh, asri salah apa ya? jangan-jangan tadi salah ngomong atau salah sikap? Aduuh gimana nih?". Yah, begitulah orang melankolis menanggapi dan memikirkan sesuatu. Terlalu mendalam, berlebihan dan menyiksa diri.

Sejak saat itu, saat aku mulai tersiksa dengan sikapnya. Hehe. Aku bertekad, aku harus dekat dengannya. Tak peduli apapun responnya, toh sejak masuk Seni Rupa di tahun pertama, sikap 'sok asik' ku mulai tumbuh, makin hari makin banyak. hehe. Aku usahakan untuk menyapanya setiap kali aku berpapasan dan sempat menyapanya. Menanyakan kabarnya. Kabar tugasnya. Kapan dia kuliah. Sedikit meledeknya. Menanyakan film apa yang sedang ditontonnya. Hingga menghadirkan wajahnya dalam setiap Do'a Rabithah dalam akhir shalatku. Yang terakhir ini, adalah cara mujarab yang paling aku yakini. Karena doa adalah senjata seorang muslim.

Awalnya cukup menantang. Berkelahi dengan ego ku sendiri, yang ku tahu saat itu sifat kolerisku mulai naik  sebenarnya. Bersabar untuk  terus  bertanya. Bersabar untuk tersenyum, kecuali mungkin saat-saat aku PMS, ah masa itu agak sulit dinegosiasi. haha. Yang pasti dan aku yakini saat itu adalah hati hanya bisa disentuh oleh hati. Dan saat itu aku memutuskan untuk mencintainya. Mencintainya meski aku belum mengenalnya. Mencintainya apapun feedbacknya. Mencintainya atas alasan yang belum kutemukan saat itu selain alasan keimanan. Pernyataanku tadi, adalah pernyataan klise yang dulu sering kupertanyakan. Mana ada alasan kaya gitu? So iye amat. Dan kemudian aku menelan ludahku sendiri

Waktu berjalan. Dan tanpa kusadari, sikapnya sudah mulai berubah sekarang. Tepatnya setelah Asrama camp. Sikapnya mulai 'membaik'. Dan aku ingat waktu itu, dia lebih dulu menyapaku, "Kenapa teh? kusut amat wajahnya". Waaaaa.... dia nyapa duluan. Haha, mungkin dia udah lupa kali ya pernah nanya itu. Tapi jelas aku ingat, kan melankolis, selalu berlebihan. Itu momen penting bagiku. Mungkin dia juga agak kesal dengan ekspesi berlebihan serupa dari teman-teman asrama. Yang selalu heboh saat dia bersikap 'baik dan bersahabat'. Keterlaluan memang. haha.. Dan selanjutnya, hari-hari di asrama terasa lebih melegakan dan menyenangkan, satu tembok sudah berhasil dirobohkan. Oleh siapa? Entahlah.. Yang pasti oleh banyak pihak. Rasa cinta itu, kini telah berbuah banyak, sedikit demi sedikit, tapi pasti. Dan hari-hari berikutnya kami sering bersama di ruangan pojok asrama, itu karena internet dan pekerjaan studio kami yang sama-sama membutuhkan tempat luas. Maka ruangan pojok itu, akhirnya menjadi lapak 'geng' kami -ditambah satu orang teman kamarku. Dan rasanya, aku mulai menyayanginya.

Dua semester di asrama berjalan begitu cepat, cepat sekali. Terlebih saat kenyamanan itu mulai membaik. Dan perpisahan itu nyata di hadapan. Rasanya waktu berputar lebih cepat dari biasanya, dan asrama kami pun tiba-tiba sepi.

Dan tibalah hari ini, saat sebungkus hadiah itu tiba-tiba ada di lemari bajuku. Sungguh, tak pernah ku bayangkan sebelumnnya. Tak pernah kuduga sebelumnya. Melihat isi tas itu. Membaca isi suratnya dan tulisan dalam pembatas buku itu. Rasanya sulit kuungkapkan bahkan dalam sebuah tangisan  sekalipun. Ya Rabb, apakah ini jawaban dari Doa Rabithah itu? Sungguh, aku tak pernah membayangkan apresiasi seperti ini darinya. Bahkan aku tak pernah membayangkan dia akan dengan niat memberikanku hadiah personal seperti ini. Ah, lagi-lagi melankolisku keterlaluan. Mungkin aku terlalu berlebihan menyikapi ini semua. Tapi sungguh, bagiku ini begitu mendalam. Yang dia katakan dalam surat itu telalu membuatku malu, karena rasanya aku belum betul benar melakukan apa yang dia sebutkan dalam suratnya. Entahlah ya Rabb, yang pasti aku begitu tersentuh dengan hadiah ini.

Hati, memang hanya bisa disentuh oleh hati
Dan Rabb, aku bersyukur telah memutuskan untuk mencintai sebelum mengenalnya.
Rabb, izinkanlah ini kekal hingga taman surga-Mu kelak.

Uhibbukifillah ukh..


No comments:

Followers