Monday 29 September 2014

Imbas Sosial Media

Tiba-tiba saya teringat sebuah kontemplasi pada masa awal-awal pernikahan. Sejak menikah, saya menemukan teman diskusi baru yang sangat seru sehingga begitu banyak yang sering kami diskusikan, bahkan dalam perjalanan di motor sekalipun.

Suatu hari dalam sebuah perbincangan, kami membahas tentang seorang kenalanku yang begitu sensitif jika dalam sebuah forum dibahas tentang pernikahan, kapan menikah dan pertanyaan-pertanyaan lain yang senada. Lalu perbincangan melebar pada newsfeed facebook yang diwarnai oleh beberapa postingan pernikahan dan para pengantin baru, yang juga diwarnai oleh komentar-komentar candaan kecemburuan mereka yang masih single. Beberapa ada yang agak frontal membahas dalam sebuah note facebook isinya kurang lebih menganjurkan pada para pengantin baru untuk tidak berlebihan dalam mem-posting status-status mereka. Hmm.. segitunya banget ya.. Tapi jujur, saya sendiri yang waktu itu belum menikah lebih santai sih menanggapinya, bahkan jika itu teman dekat, malah jadi ikut bahagia melihat kebahagiaan mereka, meski kadang ada perasaan mupeng juga. Haha. Saya hanya berpikir itu ungkapan bahagia seseorang atas fase hidup yang baru saja dilewatinya, sama seperti orang yang baru wisuda, baru dapat beasiswa ke luar negeri, atau baru selesai ujian semester. Meski memang akan menjadi kurang nyaman, ketika seseorang melakukannya secara berlebihan. Segala sesuatu yang berlebihan itu selalu tidak baik bukan?

Hanya saja era sosial media seperti sekarang ini memungkinkan setiap orang bisa dengan leluasa membagikan setiap perasaannya dan tanpa diminta kita bisa mengetahui kabar seorang teman yang nun jauh disana dari setiap postingan atau status-statusnya. Tak ada yang bisa membatasi masing-masing kecuali kebijaksanaan si pengguna media sosial tersebut, kecuali di-block atau unfriend. haha

Jika dihubungkan dengan cerita sebelumnya, sebetulnya sosial media menguji sikap dan kedewasaan kita. Pertama, tentang bagaimana bisa sebijak mungkin memposting sesuatu sesuai porsinya, jangan sampai berlebihan. Misalnya di masa pilpres kemarin, betapa muaknya kita karena begitu banyak orang yang memposting tentang calon A atau calon B beberapa kali dalam sehari. Kita memang mesti lebih bijak membagi hal yang menurut kita menarik, secara proporsional saja.
Kedua, tentang bagaimana kita bisa tenggang rasa atas perasaan yang dirasakan teman kita. Bukankah itu sebuah konsekuensi logis dari sebuah pertemanan? Tentang kabahagiaan mereka, tentang kesedihan mereka, tentang kebingungan mereka. Have fun aja. Ikut bahagia atas kebahagiaan oranglain kan sebuah kebaikan juga.

Ya namanya juga hidup bermasyarakat. Perlu tenggang rasa yang tinggi. :D


No comments:

Followers